Jaksa Menyapa
Berita Berita Utama Kejati Jambi

DPR sahkan RUU Kejaksaan menjadi UU

JAKARTA. DPR resmi mengesahkan RUU tentang Perubahan Atas UU nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan, menjadi Undang-Undang. Hal itu dilakukan pada rapat paripurna DPR, Selasa (7/12). 

“Apakah RUU tentang tentang Perubahan Atas UU nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI dapat disetujui dan disahkan menjadi Undang-Undang?,” ucap Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dalam rapat paripurna, Selasa (7/12).

“Setuju,” jawab seluruh peserta rapat yang hadir.

Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir menjelaskan, dalam rapat kerja DPR RI bersama pemerintah pada 6 Desember 2021 seluruh fraksi menyatakan menerima hasil kerja Panja dan menyetujui agar RUU tentang Perubahan Atas UU nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan segera disampaikan kepada pimpinan DPR RI.
Lalu dilanjutkan pada tahap pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI sehingga dapat disetujui dan ditetapkan sebagai UU. 

Adies mengatakan, terdapat substansi yang menjadi pembahasan antara lain.

Pertama, usia pengangkatan jaksa dan usia pemberhentian jaksa dengan format sebagai penyesuaian dengan pergeseran dunia pendidikan yang semakin cepat dan peserta didik semakin mudah dalam menyelesaikan pendidikan sarjananya.

Hal ini sekaligus memberikan kesempatan karir yang lebih panjang. “Panja menyepakati perubahan syarat usia menjadi jaksa menjadi umur paling rendah 23 tahun dan paling tinggi 30 tahun,” ujar Adies. 

Selain itu Panja juga menyepakati pemberhentian jaksa dengan format diubah pada pasal 12 UU ini yang semula 62 tahun menjadi 60 tahun. 

Kedua, penegasan lembaga pendidikan khusus kejaksaan. Penguatan SDM Kejaksaan untuk meningkatkan profesionalisme kejaksaan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat diwujudkan melalui pembentukan lembaga pendidikan khusus kejaksaan yang berfungsi sebagai sarana pengembangan pendidikan di bidang profesi, akademik, keahlian dan kedinasan.

Ketiga, penugasan jaksa pada instansi lain selain pada kejaksaan. Penugasan jaksa pada instansi lain selain pada kejaksaan merupakan pengalaman yang bermanfaat untuk menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman dan suasana baru bagi jaksa yang ditugaskan. Untuk mempermudah proses pengurusan tersebut, perubahan UU kejaksaan mengakomodasi perubahan ketentuan penugasan tersebut 

Keempat, terkait perlindungan jaksa dan keluarganya. Jaksa dan keluarganya merupakan pihak yang rentan menjadi objek ancaman dalam pelaksanaan tugas jaksa. Oleh karena itu dibutuhkan penyesuaian standar perlindungan terhadap jaksa dan keluarga nya di Indonesia sesuai dengan standar perlindungan profesi jaksa yang diatur dalam united nations office on drugs and crime (UNODC) dan international association of prosecutors (IAP). 

Hal itu mengingat Indonesia telah tergabung menjadi anggota IAP tahun 2006.

Kelima, kedudukan jaksa agung sebagai pengacara negara dan kuasa hukum penanganan perkara di Mahkamah Konstitusi terdapat perluasan atas kedudukan jaksa agung dalam sistem hukum di Indonesia.

Yaitu kedudukan jaksa agung sebagai pengacara negara. Baik di dalam maupun di luar pengadilan dan perluasan kedudukan jaksa agung sebagai kuasa hukum yang penanganan perkara di MK bersama-sama dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan/atau menteri lain yang ditunjuk oleh presiden

Keenam, perbaikan ketentuan pemberhentian jaksa agung. Ketentuan tentang pemberhentian jaksa agung merupakan salah satu materi muatan yang diubah. Perubahan tersebut dilakukan dengan menambahkan beberapa ketentuan.

Yakni Jaksa agung diberhentikan sesuai dengan berakhirnya masa jabatan presiden RI dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet.

Jaksa agung diberhentikan dalam masa jabatannya oleh presiden dalam periode yang bersangkutan. Hal ini untuk menegaskan bahwa presiden RI memiliki diskresi dalam menentukan siapa saja yang akan memperkuat kabinetnya. Salah satunya jaksa agung. Jaksa agung diberhentikan karena melanggar larangan rangkap jabatan

Ketujuh, terkait tugas dan wewenang jaksa diubah dalam UU ini. Antara lain penambahan kewenangan pemulihan asset, kewenangan bidang intelijen penegakan hukum yang pengaturan nya tetap menyesuaikan dengan UU yang mengatur mengenai intelijen negara.

“Penyelenggaraan kesehatan justicial kejaksaan, melakukan mediasi final, melakukan sita eksekusi, dan melakukan penyadapan berdasarkan UU khusus yang mengatur mengenai penyadapan dan menyelenggarakan pusat pemantauan di bidang tindak pidana,” ucap Adies.

Selain penambahan, RUU ini juga mengatur modifikasi pelaksanaan tugas dan wewenang jaksa. Seperti penegasan pelaksanaan diskresi jaksa dalam menjalankan tugasnya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik yang berlaku.

“Selain itu untuk mewujudkan asas peradilan cepat, mudah dan berbiaya ringan, penuntut umum dapat mendelegasikan sebagian kewenangan penuntutan kepada penyidik untuk perkara tindak pidana ringan,” terang Adies.

Kedelapan, tugas dan wewenang jaksa agung. Penyempurnaan tugas dan wewenang jaksa agung merupakan penyesuaian dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi kejaksaan yang lebih profesional.

“Hal tersebut untuk menjamin kedudukan dan peran kejaksaan dalam melaksanakan kekuasaan negara terutama di bidang penuntutan,” ujar Adies.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, dengan pengesahan UU tersebut, kejaksaan dapat menjalankan tugas dan fungsi secara efektif terutama di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.

“Salah satu aspek penguatan kejaksaan adalah keadilan restoratif. Saat ini telah terjadi pergeseran makna keadilan dari keadilan retributif (pembalasan) menjadi keadilan restoratif yang menekankan pada pemulihan kembali kepada keadaan semula,” ujar Yasonna.

Yasonna mengatakan, paradigma tersebut telah muncul dalam beberapa ketentuan perundang-undangan. Seperti UU nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Dalam UU tersebut kejaksaan diberikan peran untuk mengedepankan dan menggunakan keadilan restoratif dalam penegakan hukum.

“Demikian juga dalam penanganan kasus-kasus yang relatif ringan dan beraspek kemanusiaan,” ucap Yasonna.

Berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan sebagai penuntut umum, International Association of Prosecutors (IAP) dan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mengeluarkan guideline yang menjadi salah satu inti dari perubahan UU ini.

Yasonna menyatakan, guideline tersebut menjadi pedoman untuk mengatur kembali ketentuan mengenai independensi dalam penuntutan, akuntabilitas penanganan perkara, standart profesionalitas, dan perlindungan bagi jaksa dan keluarganya yang belum diatur dalam UU nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan.

“Oleh karena itu, perubahan UU 16/2004 tentang kejaksaan, menjadi salah satu prioritas utama untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur yang didukung kepastian hukum yang didasarkan pada keadilan,” tutur Yasonna.(die)