Selasa 29 November 2022, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice).
Adapun 8 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
- Tersangka ALDI HABSYAH bin ANDRIYONO dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka JULIAN LOIS FERNANDO bin CASTUB dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka ALI IMRON bin MAT NUDIN dari Kejaksaan Negeri Lampung Timur yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
- Tersangka ARIF ABDUL ARIS alias ARIF alias ARDI dari Kejaksaan Negeri Manggarai Barat yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 tentang Penipuan.
- Tersangka LA DADE bin LA BUHA dari Kejaksaan Negeri Buton yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
- Tersangka ACO bin SAIYENG dari Kejaksaan Negeri Kolaka yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka MUHAMMADIN bin ABDULAH dari Kejaksaan Negeri Konawe Selatan yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
- Tersangka ADAMSYAH bin REDHO YUNAN dari Kejaksaan Negeri Aceh Tengah yang disangka melanggar Pasal 76 C jo. Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
- Tersangka belum pernah dihukum;
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
- Pertimbangan sosiologis;
- Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.