Surabaya, Jaksamenyapa.com – Jelang peringatan Hari Anti Korupsi (Hakordia) sedunia, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) mengungkap kasus dugaan penyimpangan pengadaan tanah perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema).
Kasus ini telah ditingkatkan dari tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print 1929/M.5.1/Fd.1/11/2022 tanggal 2 November 2022 dan kemudian ditingkatkan ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Print- 1793/M.5/Fd.1/12/2023 tanggal 5 Desember 2023.
Penyimpangan pengadaan tanah dan pemanfaatan aset Polinema tahun 2020 ini berawal saat Direktur Polinema periode 2017-2021, membentuk panitia pengadaan tanah untuk pengadaan tanah dalam rangka perluasan kampus Polinema.
Namun panitia pengadaan sebagian besar tidak bekerja. Berita acara rapat panitia pengadaan, dibuat formalitas dan ditandatangi secara sekaligus (tanggal dibuat mundur /back-date).
Negoisasi harga tanah dilakukan sendiri Direktur Polinema dengan pemilik tanah (HS), sehingga disepakati harga tanah per meter Rp 6 juta/m2. Total luasan tanah 7.104 m2 sehingga total harga tanah sebesar Rp 42,624 miliar.
“Dari jumlah tersebut, dana yang sudah dibayarkan sebesar Rp 22,624 miliar. Namun tidak diikuti dengan perolehan hak atas tanah tersebut,” ujar Kajati Jatim Dr Mia Amiati SH MH kepada wartawan di kantor Kejati Jatim pada Selasa 5 Desember 2023.
Berdasarkan Perda No.5 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR dan PZ) Bagian Malang Utara, bidang tanah yang dibeli oleh Polinema (SHM No. 08917, SHM No. 08918 dan SHM No. 09055) tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan untuk perumahan, karena sebagian besar merupakan zona ruang manfaat jalan dan badan air, mengingat ada bidang tanah yang berbatasan langsung dengan sungai.
Direktur Polinema memerintahkan pembayaran tanah kepada HS tanpa melalui penetapan nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian jasa penilai (appraisal) dan hanya mendasarkan pada surat keterangan harga tanah dari Camat Lowokwaru (untuk lokasi yang berbeda dengan tanah yang akan dibeli Polinema).
Sebetulnya permintaan appraisal sudah diajukan oleh Polinema dan sudah dilakukan pembayaran uang muka, namun sebelum hasil appraisal keluar, pembayaran sudah dilakukan sehingga KJPP tidak melanjutkan pekerjaannya, namun KJPP sudah menghasilkan draft hasil appraisal dengan nilai lebih rendah dari harga yang ditetapkan oleh Polinema.
Penyimpangan terkait dengan pengadaan tanah ini diantaranya :
– Penetapan harga tanah tidak berdasarkan penilaian dari Jasa Penilai Publik (appraiser) atas kewajaran harga tanah.
– Panitia Pengadaan Tanah sudah menunjuk jasa penilai KJPP untuk melakukan penilaian ganti kerugian tanggal 28 Desember 2020. Namun pada 30 Desember 2020 telah dilakukan pembayaran berupa uang muka atas tanah sebesar Rp3.873.500.000 atas perintah Direktur Polinema periode 2017-2021 kepada PPK Luchis Rubiyanto.
– Pembayaran dilakukan sebelum penilaian oleh KJPP dan tanpa adanya akta kuasa menjual serta akta perjanjian pengikatan jual beli dengan notaris. Akta kuasa menjual baru terbit 4 Januari 2021 dan akta perjanjian pengikatan jual beli baru terbit 7 Januari 2021.
– Terdapat akta pelepasan hak No.06, 09, dan 12 dengan akta Notaris dari Awan Setiawan selaku kuasa penjual (pihak pertama) kepada Awan Setiawan selaku Direktur Polinema periode 2017-2021 (pihak kedua);
– Pelaksanaan pembayaran menggunakan kontrak tahun jamak (multi years) tanpa persetujuan Menteri Keuangan;
– Total pembayaran yang telah dilakukan sebesar Rp22.624.000.000,00 tanpa diikuti dengan peralihan hak atas tanah kepada Politeknik Negeri Malang;
– Direktur Polinema periode 2017-2021 telah menandatangani akta perjanjian perikatan jual-beli tanah yang memuat klausul pengenaan denda atas keterlambatan pembayaran oleh Polinema sebesar Rp5 juta per hari keterlambatan sesuai dengan akta perjanjian pengikatan jual beli.
Karena itu, pengadaan tanah dalam rangka perluasan kampus Polinema tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu :
1. Undang-Undang No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana diubah dengan UU No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
2. Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Umum Pasal 121 ayat 4 berbunyi “Penilaian tanah dalam rangka pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi yang memerlukan tanah menggunakan hasil penilaian jasa penilai.”.
Demikian pula setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 Pasal 126 ayat 6 berbunyi “Penilaian tanah dalam rangka pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi yang memerlukan tanah menggunakan hasil penilaian jasa penilai.”(jm)