Kisah ini bermula ketika S.B, seorang kepala rumah tangga yang berprofesi sebagai guru, diduga telah melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap istrinya, E.R. Tidak terima atas perlakuan kasar suaminya, E.R kemudian melaporkan kejadian tersebut ke pihak yang berwajib. Setelah melalui proses pemeriksaan, diketahui E.R mengalami luka memar pada bagian betis kaki. Hal tersebut cukup untuk menyeret S.B ke persidangan atas pasal PKDRT UU No.23 tahun 2004.
Proses hukum yang dijalani S.B tentu akan berdampak pada kelangsungan hidup anak-anaknya yang masih membutuhkan sosok seorang ayah. Oleh sebab itu, pada hari Kamis (20/01/2022) Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Sidoarjo mengusulkan agar perkara tersebut dapat diselesaikan melalui restorative justice. Meskipun sempat diwarnai dengan cekcok, momen manis dan mengharukan akhirnya terwujud ketika E.R menerima permohonan maaf dari S.B yang menjadi awal kembalinya rumah tangga mereka.
Keberhasilan penyelesaian melalui restorative justice tersebut disambut baik oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum beserta jajaran Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur didampingi oleh Asisten Tindak Pidana Umum pada hari Kamis (03/02/2022). Berdasarkan eksposan dari Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo beserta Kepala Seksi Tindak Pidana Umum dan JPU pada Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyatakan perkara S.B memenuhi persyaratan untuk melalui proses restorative justice sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.