Pada hari ini, Kamis tanggal 4 Agustus 2022, Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Leonard Eben Ezer Simanjunntak memimpin ekspose dengan Tim Penyidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Banten untuk menetapkan Tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait Penyimpangan dalam Pemberian Fasilitas Kredit KMK (Kredit Modal Kerja) dan KI (Kredit Investasi) oleh Bank Banten kepada PT. HNM sebesar Rp. 65 Milyar.
Perkara dimaksud telah ditingkatkan ke tahap penyidikan pada tanggal 7 Juli 2022 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Nomor: PRINT-688/M.6/Fd.1/07/2022.
Hasil ekspose hari ini telah ditetapkan 2 (dua) orang Tersangka yaitu:
- Tersangka SDJ, selaku Kepala Divisi Kredit Komersial Bank Banten dan selaku Plt Pemimpin Kantor Wilayah Bank Banten DKI Jakarta Tahun 2017, berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Nomor : B-1436/M.6/Fd.1/08/2022
- Tersangka RS, selaku Direktur Utama PT. HNM, berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Nomor : B-1436/M.6/Fd.1/08/2022
Perbuatan para Tersangka sebagaimana melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), sub Pasal 3, jo Pasal 18 Undang-Undang R.I. Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang R.I. Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang R.I Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KASUS POSISI & PERBUATAN MELAWAN HUKUM:
Pada tanggal 25 Mei 2017, Tersangka RS selaku Direktur Utama PT. HNM mengajukan permohonan kredit kepada Bank Banten melalui Tersangka SDJ selaku Kepala Divisi Kredit Komersial Bank Banten dan selaku Plt Pemimpin Kantor Wilayah Bank Banten DKI Jakarta sebesar Rp. 39 Milyar dengan rincian Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp. 15 Milyar dan Kredit Investasi (KI) sebesar Rp 24 Milyar untuk mendukung pembiayaan pekerjaan PT. HNM dengan PT Waskita Karya yaitu Pekerjaan Persiapan Tanah Jalan Tol Pematang Panggang Kayu Agung di Palembang Sumatera Selatan, dengan agunan berupa non fixed aset sebesar Rp 50 Milyar (nilai Kontrak dengan PT Waskita Karya) dan Fixed Asset berupa 3 (tiga) SHM.
Kemudian pada bulan Juni tahun 2017, Tersangka SDJ yang bertindak sebagai Pemrakarsa Kredit dan Anggota Komite Kredit mengajukan Memorandum Analisa Kredit (MAK) untuk dibahas oleh Komite Kredit dan mendapatkan keputusan persetujuan dari Ketua Komite Kredit yaitu Saksi FM selaku Plt. Direktur Utama Bank Banten. Ketua Komite Kredit memberikan persetujuan pemberian kredit kepada PT. HNM dengan total nilai sebesar Rp. 30 Milyar terdiri dari KMK sebesar Rp. 13 Milyar dan KI sebesar Rp. 17 Milyar. Kemudian pada bulan November 2017, PT. HNM kembali mengajukan penambahan plafond kredit dan mendapatkan persetujuan sebesar Rp 35 Milyar, padahal diketahui sejak pencairan kredit pertama dibulan Juni 2017 sebesar Rp. 30 milyar PT. HNM belum melaksanakan kewajibannya yaitu melakukan pembayaran angsuran kredit, sehingga total eksposure kredit Bank Banten kepada PT. HNM sebesar Rp 65 Milyar.
Bahwa dari sejak proses pengajuan permohonan kredit, pembahasan Memorandum Analisa Kredit (MAK) dan persetujuan Ketua Komite Kredit, Penandatanganan Perjanjian Kredit sampai dengan Penarikan Kredit terdapat persyaratan penandatanganan kredit dan persyaratan penarikan kredit yang tidak dipenuhi oleh PT. HNM selaku Debitur yaitu :
- Perjanjian Pengikatan agunan secara notariil di tandatangani oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar/Perubahan Perusahaan dengan memperhatikan dan sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan;
- Pemilik Agunan beserta pasagan ikut menandatangani perjanjian kredit dan pengikatan agunan serta menyerahkan surat penyataan di atas materai yang menyatakan bahwa Agunan yang dijadikan sebagai jaminan kredit tidak sedang terkait dengan pihak manapun;
- Menyerahkan Surat Pernyataan Telah menyerahkan Collateral Fixed Asset Kepada Bank Banten;
- Membuka rekening escrow di Bank Banten yang digunakan untuk menampung pembayaran termyn proyek dan rekening escrow tersebut tidak dapat diberikan media penarikan berupa Cek maupun BG (Bilyet Giro) dan hanya dapat dilakukan penarikan atau pemidahbukuan berdasarkan surat yang diterima keabsahannya oleh pihak Bank Banten
- Telah menandatangani perjanjian pengikatan agunan (selain agunan fasilitas Kredit Investasi) secara yuridis sempurna oleh pihak / pejabat yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar/Perubahan Perusahaan dengan memperhatikan dan sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku atau minimal menyerahkan covernate dari Notaris yang menyatakan :
- Keabsahan bukti kepemilikan agunan
- Pengikatan agunan kredit dimaksud tidak bermasalah dan masih dalam proses di instansi terkait
- Kesanggupan Notaris untuk menyelesaikan proses pengikatan agunan kredit dimaksud, dan akan menyerahkannya secara langsung kepada Bank Banten apabila proses telah selesai dengan jangka waktu maksimum selama 3 (tiga) bulan sejak covernote diterbitkan.
- Maksimal pembiayaan sebesar 70% dari daftar harga yang ditawarkan dealer / supplier khusus objek investasi baru dan tidak melebihi plafond fasilitas KI yang disediakan dan Pencairan kredit transfer/RTGS ke rekening penjual.
Selanjutnya dalam penyidikan terungkap fakta bahwa Tersangka RS selaku Direktur PT. HNM yang merupakan Debitur bersama-sama dengan Tersangka SDJ selaku Pemimpin Divisi Kredit Komersial Plt Pemimpin Bank Banten Kantor Wilayah DKI Jakarta yang bertindak sebagai Pemrakarsa Kredit dan bertugas melakukan verifikasi pemenuhan persyaratan kredit dan monitoring kredit telah melakukan perbuatan melawan hukum dan atau menyalahgunakan kewenangan sehingga menyebabkan hal berikut ini :
- Aset agunan yang diagunkan oleh PT. HNM kepada PT. Bank Banten, Tbk tidak ada yang terikat sempurna, serta aset piutang dan barang bergeraknya tidak difidusiakan;
- Bank banten hanya menguasai total 2 (dua) sertifikat bidang tanah yang diagunkan oleh PT. HNM, 5 (lima) sertifikat bidang tanah lainnya PT. Bank Banten, Tbk tidak menguasainya;
- 3 (tiga) dari 5 (lima) sertifikat bidang tanah yang diagunkan oleh PT. HNM kepada PT. Bank Banten, Tbk ternyata dikuasai oleh PT. Hudaya Maju Mandiri (leasing);
- 49 (empat puluh sembilan) Dump Truck PT. HNM ditarik oleh PT. Hudaya Maju Mandiri (leasing);
- Pembayaran pelaksanaan kredit di transfer langsung ke-rekening pribadi Direktur PT. HMN dengan dasar surat keterangan lunas yang dikeluarkan dealer alat berat (Dump truck) padahal surat tersebut diduga tidak benar atau palsu;
- Mekanisme pembayaran terhadap kontrak kerja PT. HNM dengan PT. Waskita Karya tidak dilaksanakan melalui rekening escrow di bank Banten yang digunakan untuk menampung pembayaran termin proyek sehinga Bank Banten tidak dapat melakukan auto debet terhadap pembayaran termin proyek dan kredit menjadi macet.
- Penggunaan Kredit diluar peruntukannya sesuai Memorandum Analisa Kredit (MAK) dan Perjanjian Kredit (side streaming), seharusnya digunakan untuk pembiayaan dan/atau pembelian alat berat (Dump Truck) akan tetapi digunakan untuk pembayaran Tiang Pancang dan penggunaan lainnya.
- Oleh karena hal tersebut, PT. Bank Banten, Tbk tidak dapat melakukan recovery dan eksekusi agunan;
- Kredit dinyatakan macet (collectabilitas 5).
- Mengakibatkan kerugian keuangan negara cq Bank Banten sekitar Rp 65 Miliar.
Perbuatan para Tersangka melanggar syarat penandatanganan kredit dan syarat penarikan kredit yang ditetapkan dalam Memorandum Analisa Kredit (MAK) dan terikat dengan Perjanjian Kredit serta ketentuan SOP yang berlaku yaitu :
– Surat Keputusan Direksi PT Bank Pembangunan Daerah Banten, Tbk Nomor 026/SK/DIR-BB/X/2016 tentang Ketentuan Komite Kredit dan Kewenangan Komite Kredit tanggal 31 Oktober 2016.
– Surat Keputusan Direksi PT Bank Pembangunan Daerah Banten, Tbk Nomor 015/SK/DIR-BB/X/2016 tentang Ketentuan Komite Kredit dan Kewenangan Komite Kredit tanggal 22 Mei 2017.
dan prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking principle) dan prinsip pemberian kredit yang sehat.
Perbuatan para Tersangka sebagaimana melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), sub Pasal 3, jo Pasal 18 Undang-Undang R.I. Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang R.I. Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang R.I Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.